Di khatamnya mentari kala itu Jemari manismu mengetik sebuah nama Hari-hari setelah itu berwarna jingga Meski mendung di ufuk barat membawa rintik hujan Nada tutur dan tarikan napasmu di ujung telinga Menyatu dengan hawa surgawi Hampir aku terbuai Sigap kubenahi posisi relung di pusat jasadku Agar tanda bahaya tak padam begitu mudah Bulan dan bintang adalah penjaga dari tiap binaran kata-kata Sayup kurekam dengan saksama, memastikan bukti terangkum jika demensia datang melanda Ada desiran tawa, merekah di antara jeda sautan warita Cakap angin atau khidmat begitu tipis dibedakan Siapakah yang kalah Tuan jika aku yang tersenyum duluan? Pagar pikirku sulit memang dilompati Tapi jenjang kakimu lebih sanggup melangkahi Lantas di sebelah mana kau sembunyikan bilah pedang? Aku telah membawa penawarnya Silakan masuk, Tuan! Cileungsi, 2024
Menulis adalah upaya mengawetkan usia. Sebab ketika kau menulis, nyawamu berlipatganda. (_inaguhir_)