Langsung ke konten utama

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur

Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal

Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah

Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran 

Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam


Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran

Ambil langkah "kemanusiaan"

Pura-pura berbaik hati

Bah, pandai kali aktingnya


Kirim bantuan lewat udara

Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza

Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ

Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman


Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia

Mereka meregang nyawa di atas peti makanan

Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras


Peti bantuan itu mendadak berubah warna

Menjadi merah

Semerah darah para syuhada

Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia

Aromanya mampu membangkitkan genangan di pelupuk mata


Kisah ini terjadi di tahun 2024

Terjadi di bumi yang sama yang kita pijaki hari ini

Dan sampai sekarang, kisah ini belum tamat



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba