Langsung ke konten utama

Keluhan ini Berjudul: Hidup Usia Sampah


Oleh Edo Muhammad Abdillah

MISKIN adalah privillage katanya, berpendidikan juga privillage katanya. Kerja keras di usia muda agar cepat sukses serta membahagiakan orang di sekitarmu katanya. Pantang menyerah dan terus mencoba hingga berhasil katanya, kata mereka, yang sudah berhasil itu, katanya.

Sampah sekali aku rasanya mendengar kata kata mereka. Seakan mereka ingin sekali didengar padahal mereka hanya punya mulut, dan aku yang punya telinga. Bukan bermaksud mengeluh dan merasa paling menderita, hanya saja...

Begini, aku jarang punya masalah (kurasa) meski terkadang masalah-masalah kecil terkumpul hingga meledak dan berceceran di pikiran. Dan rasanya (juga) jarang sekali punya ambisi besar, aku hidup di masa kini bukan di masa depan. Aku ingin menikmati apa yang aku miliki dibanding memikirkan yang belum aku miliki.

BACA JUGA: Terima Kasih atas Kisah dan Kasih

Orang lain menikah, berpenghasilan, jalan-jalan, membeli kendaraan dan dipamerkan.

Aku memilih memikirkan hari ini, hari ini saja sudah berat rasanya. Mengeluh sesekali tidak terlalu buruk kupikir.

Hidup adalah tentang fase. Kita berhak menentukan kapan kita ingin mulai, kapan kita ingin istirahat, kapan kita ingin berhenti. Mengeluh sesekali, dan bersyukur setiap hari.

Di usia segini, kehidupan memang seperti arus, deras. Kita boleh mengikutinya (suka atau tidak),
bertahan di dalamnya, atau bahkan melawannya (jika sanggup). Aku diam di tengah tengahnya, tidak mengajak atau menyalahkan kalian jika berbeda. Merasa bebaslah dengan mengerem sesekali.

Pernahkah kalian merasa terpuruk? Berada di titik yang cukup rendah (tidak usah merasa paling rendah) atau merasa buntu?

Ketika impian tertinggimu mulai pupus
Tujuan terjauhmu perlahan hangus
Cita-cita terbesarmu kabur lagi
Kumpulan motivasimu jadi demotivasi.

Kamu berjuang untuk berdiri di saat orang orang berlarian. Tidak masalah, meskipun kata orang menyerang adalah pertahanan terbaik. Kamu perlu tahu bahwa bertahan merupakan pelajaran tersulit. Kita belajar tidak berharap. Jika kita sudah tidak berharap apapun, seharusnya kita tidak kecewa untuk apapun.

Menjadi nakal sesekali.
Maaf Pak, Bu. Terkadang apa yang telah kalian pagari, menjadi tempat anakmu belajar melompat.

Hidup kami harus damai pada akhirnya. Tidak perlu mewah, yang terpenting tidak meninggalkan penyesalan.

BACA JUGA: Bicara Pada Diri Sendiri 


"Karena pada akhirnya, tidak akan ada yang menapaki jalanmu, kamu harus melakukannya sendiri. Dan karena pada akhirnya, tidak akan ada yang mewujudkan mimpimu, kamu harus mewujudkannya sendiri" kata Najwa Zebian (kalau tidak salah)

Simpan rapat rencana-rencana itu, di pikiran dan hatimu, bukan di gudang berdebu di pojok otakmu. Wujudkan ia tanpa orang lain tahu, lagi pula siapa yang ingin kamu buat terkesan?

Rencana yang baik adalah rencana yang diwujudkan, dan rencana yang tidak diumbar biasanya lebih berhasil daripada rencana yang terlalu banyak didiskusikan.

Sekian!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...