Langsung ke konten utama

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah



Anak pulau mendengar kabar
Ada mayat mati terkapar

Adonara, Tanah Tumpah Darah
Darah Tumpah Karena Tanah


KEMARIN, berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda.

Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara."


Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa kita memang lahir dan tumbuh dengan peperangan dan kekerasan. Tetapi sampai kapan kekerasan dijadikan warisan?

Kalimat "Tak rindukah engkau dengan damai, hingga besar dendammu tak usai" dalam sebuah puisi karya Ari Tokan yang berjudul "Kita Masih Sedarah" seharusnya mampu menohok kita, sebagai manusia yang diberikan akal secara paripurna.

Bukankah Adonara adalah tanah ketuban? Bukankah Tite Kaka Arin? Apakah kalian berpikir Ama Rera Wulan bangga melihat kita saling tikam memperebutkan tanah yang seharusnya bisa digunakan bersama-sama? Bagaimana bisa disebut Atadiken sedangkan kita tak bisa saling memanusiakan?

Kawan, mau sampai kapan kematian dijadikan perayaan? Mau sampai kapan bilangan nyawa yang jatuh dijadikan tolak ukur kemenangan?
Mau sampai kapan perang dijadikan cara menyelesaikan masalah? Harus berapa liter darah lagi yang tumpah agar kita paham bahwa kita sedarah?**



Komentar

  1. Sangat disayangkan, di era maju seperti ini msh juga ada kematian yg disebabkan hanya karena tanah atau lahan. Dimana ketika kita mati semuanya itu tdk akan kita bawa utk pertanggungjawaban kpd Tuhan....
    Turut Berduka Cita bagi yang meninggal dan semoga semua pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal....

    BalasHapus
  2. Penyelesaian masalah tanah,seharusnya adu bukti kepemilikan bukan adu fisik. Era modern penyelesaian masalah lebih mengandalkan akal sehat dari pada nafsu/emosi.

    BalasHapus
  3. Hallo kaka, boleh ka Tulisan ini saya jadikan video, dengan rekam suara.... nanti penulisnya di lampirkan juga... mohon konfirmasinya... tite Ata Adonara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh kaka.. Yg penting hak cipta ttp milik penulis :)

      Hapus
  4. Sampai kapan seperti ini terus?
    Apakah Adonara harus tenggelam oleh darah dulu baru berhenti?😭😭😭

    BalasHapus
  5. Apakh tanah lbih mahal dr pd nyawa mc ? Mati tdak membawa harta..hanya sehelai kain putih yg membalut badan..tpi kenpa darah mnjdi taruhan ? Adonara Tanah Lebih Mahal Dr Pd Nyawa Manusia..

    BalasHapus
  6. Semoga hal ini yg terakhir x nya
    Amin".....

    BalasHapus
  7. Allahummajma' jam'ahum marhuman, Allahummaghfir lahum. Aamiin

    BalasHapus
  8. Disetiap pertikaian menyisakan luka, pada setiap luka tersimpan dendam kesumat untuk anak-cucu generasi berikut. Saudaraku mari berdamai hidup berdampingan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertumpahan darah meninggalkan luka dan kesedihan bagi yg ditinggalkan...berdamailah dengan sesamaMu karna damai itu indah...

      Hapus
    2. Smoga yg berpulang mendapat ketenangan. Dan yg ditinggalkan mendapatkan kedamaian ❤️🙏

      Hapus
  9. Kita d ciptakan dari tanah dn akan kembali ke tanah pada waktu yg d jnjikan tuhan saudara ku smua sbgai anak adonara sudah jadi tradisi dari nenek moyang untuk perthan kn hak milik kita namu alangkah bauik nya kita saling bertolak ansur dngan sesama dn cba kita berdiskusikan dngan khidupn yg skarang mka smua nya bsa terkendali dn trjadi yg lbh baik dari pada aperti ini saudara ku berdamailah demi anak cucu dn generasi pnerus kdepan nya yg sdh terjadi biar lh terjadi mari kita bergandeng tangan mnuju ke msa depn yg lbh baik dn hidup aman sesuai msa moderen ini saudara ku adonara tanah tercinta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam damai untuk lewotana Adonara ❤️🙏

      Hapus
  10. Nama ADONARA yg tidak bisa di ganti lagi,, ADOK NARA : AJAK KAWAN untuk berperang , dri hukum turunan dari darah nenek moyang yg sudah di takdirikan yl melekat pada "MEI NAWA" hanya dibatasi dengn penegndalian diri dan mengubur rasa dendam,, pemikiran zaman sudah tertutup oleh masa lalu,,terkadang adat yg susah di analisah menjadi logis,dri situ kdng terbawa profokasi fatal,,yg menjadi motifasi buat kita adlah mnganti senjata kembali "ADOK NARA" merangkul dan mengajak generasi untuk berperang dngn kertas, mengejar mimpi dan membuka gambaran untuk yg berikutnya,,

    BalasHapus
  11. Semoga kedepannya TDK terjadi seperti hari ini dan kemaren

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...