Langsung ke konten utama

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

  

Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis


SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. 

Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus adalah Senai (selendang).

Dalam pemakaian tenun Adonara tersebut dibedakan berdasarkan gender yaitu, untuk Kain Kewatek digunakan para perempuan dan Nowing digunakan untuk laki-laki, sedangkan Senai dapat digunakan oleh laki-laki dan perempuan.

Penggunaan Kwatek, Nowing dan Senai


Seiring perkembangan zaman, kain tenun mulai berevolusi dan fleksibel dengan gaya fashion zaman now. Saat ini banyak yang menggunakan tenun Adonara dalam bentuk outer, rok, celana, kemeja dan lain sebagainya.

Penggunaan kain tenun Adonara yang telah berevolusi


Kain tenun Adonara dibuat dari 90% bahan alami yaitu kapas yang dipintal menjadi benang dan ditenun oleh tangan para Ina (sapaan hormat untuk perempuan di Adonara), 10% lagi diambil dari benang sutera. Untuk pewarnaannya pun ada dua jenis, menggunakan tumbu-tumbuhan dan menggunakan pewarna tekstil.

Tradisi pembuatan kain tenun umumnya dilakukan secara turun-temurun, baik teknik pembuatannya maupun nilai filosofi yang ada di dalamnya.

Harga dari satu kain tenun Adonara sangat beragam, tergantung tingkat kesulitan dalam pembuatan dan nilai filosofi yang terkandung di dalamnya. Untuk jenis Kewatek dan Nowing harga mulai berkisar dari 300 ribu sampai dengan jutaan rupiah. Sedangkan untuk jenis Senai harga yang ditawarkan dari 50 ribu sampai ratusan ribu rupiah.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari Lamalekasiadonara.blogspot.com, cara pembuatan kain tenun Adonara adalah sebagai berikut :

1. Balok Kapek : proses memisahkan kapas dan biji kapas dengan menggunakan alat yang disebut Menalok.

2. Buhu Kapek : proses penghalusan kapas yang dapat dijadikan benang dengan menggunakan Menuhuk.

3. Ture Lelu : proses pembuatan benang dengan menarik dan memelintir kapas dengan menggunakan Tenure.

4. Lawa Bena : proses pengaturan benang agar tidak kusut dengan menggunakan Blawa.

5. Ta Warna : proses pewarnaan benang dengan menggunakan pewarna alami atau pewarna tekstil dan direndam di dalam kendi.

6. Pai Bena : proses penjemuran benang yang sudah di warnai.

7. Pudu Bena : proses pemintalan benang. 

8. Neket : proses awal penyusunan benang berdasarkan warna dan motif helai demi helai. 

9. Tane : proses penenunan.

10. Setelah selesai dengan Tane proses berikutnya adalah menjahit seperti biasa sesuai bentuk dan Kwatek, Nowing dan Senai pun siap digunakan.** 


Note : 

Toko Tenun Asrinda menyediakan tenun khas Adonara untuk dijual dan juga disewakan.  Bagi bapak/ibu, saudara/i yang ingin membeli atau menyewa tenun khas Adonara, dapat menghubungi Annisa Karunia via WhatsApp 0852-5205-6281. Bisa juga melalui akun Shopee Annisa Chayo 👇👇

https://shopee.co.id/annisachayoo?smtt=0.0.9







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...