Langsung ke konten utama

Apa yang Kau Maksud dari Kalimat "Inilah Aku Apa Adanya"?

 

Foto : Pinterest 

"You're good, but you can be better"

- Deddy Corbuzier - 


AKU, kamu, mereka atau siapapun seringkali terjebak dengan kalimat "Inilah aku apa adanya". Kita menolak untuk berkembang, kita enggan untuk berproses, padahal sejatinya kita mampu menjadi lebih baik. Tapi dengan dalih "Inilah aku apa adanya", kita menerima baik buruk yang ada dalam diri, kemudian dibanggakan.

Orang-orang berkata, "I love my self" tapi faktanya mereka tak mau memperbaiki diri. Menganggap sifat buruk yang ada dalam diri adalah suatu hal yang harus dimaklumi, bahkan dicintai. Apakah itu bentuk cinta kepada diri sendiri?

Mereka menganggap menerima diri apa adanya adalah bentuk cinta paling luar biasa kepada diri. Padahal jika benar kita cinta pada diri sendiri, maka seharusnya kita senantiasa memperbaiki diri, berupaya menjadi lebih baik, lagi dan lagi.

Sifat buruk pasti selalu melekat pada manusia. Itu fitrah. Kita diciptakan sebagai makhluk yang memiliki dua sisi, positif dan negatif. Tapi sebagai manusia yang dibekali akal secara paripurna, maka kita juga harus selalu meng-upgrade diri kita. Belajar menjadi pribadi yang membaik dari hari ke hari. Bukan pasrah dengan kalimat, "Inilah aku apa adanya".

BACA JUGA : Suatu Hari Nanti...

Ketika saya seringkali bersikap egois, apakah saya harus memaksa orang lain untuk menerima itu? Apakah saya harus bangga dan mencintai sikap egois yang ada pada diri saya? Tentu tidak.

Karena sebenarnya, jika saya mau berubah menjadi lebih baik, belajar mengontrol emosi, maka perlahan sikap egois itu akan terkikis.

Proses perubahan inilah yang disebut, "I love my self". Upaya untuk selalu menciptakan dan menebar kebaikan adalah bentuk cinta tertinggi pada diri sendiri.

You're good, but you can be better.

Kamu baik, tapi kamu bisa menjadi lebih baik lagi. 

Mengapa harus apa adanya, jika bisa ada 'apa'-nya?

Mengapa harus hidup biasa-biasa saja, jika mampu menjadi luar biasa?

Bukankah kehidupan terbaik adalah ketika kita mampu menjadi berguna untuk orang lain?

Bagi saya, hidup itu harus hebat, kuat dan berdayaguna. Yang sederhana itu sikap dan penampilan. 

Kehidupan di dunia memang hanya sesaat, tapi saat pulang menghadap Tuhan, kita ingin dikenang sebagai apa?

Tulisan ini bukan bermaksud menuntutmu untuk terlihat sempurna. Tidak, bukan seperti itu. Tulisan ini ditulis untuk menyadarkan aku, kamu atau siapapun untuk mencintai diri dengan benar. Menemukan potensi yang ada dalam diri, dikembangkan dan digunakan untuk menebar kebaikan. 

Jadilah versi terbaik dari dirimu. 

Mari membaik bersama :) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba