Foto : Pinterest |
KEMARIN hujan, tapi kau tak di sini. Maka ku putuskan untuk menulis puisi. Sebab kata orang, dalam puisi kita bisa bercengkrama meski tak saling menatap.
Ku teguk kopi yang mulai dingin, tapi ternyata tak lebih dingin dari beberapa hari terakhir selepas pergimu. Tak ada peluk yang datang tanpa perlu diminta. Tak ada yang mengundang tawa saat gundah mulai meradang.Baik-baik di sana. Keberadaanmu yang jauh di luar kendaliku.
Aku sudah lama tak menulis puisi, kali ini ku memulai lagi hobi yang sempat vakum. Bukan karena kehilangan tema atau kehabisan kata, tapi sejak denganmu banyak bahagia yang tak mampu didefinisikan lewat aksara.
BACA JUGA : Puisi ini Milik Tuan
Ternyata saat jauh, tanganku gatal untuk menjadikan kamu tema dalam bait puisi. Kamu tahu kan? Puisi tidak bisa dipesan. Ia lahir dari hati Sang Penulis.
Betapa rindu membuat orang menjadi mendadak puitis. Setiap kalimat ditulis dengan rasa, dibaca diam-diam. Sengaja puisi itu tak ku cantumkan di sini, sebab beberapa kisah sakral terlalu pamali untuk dipublikasikan.
Hari ini sudah menggelap. Cahaya mentari meredup, pamit perlahan dan pulang. Semoga Tuhan masih mengizinkan kita bersua, bercerita di balik senja, bertukar rasa dalam secangkir kopi, lalu kembali menulis puisi, tapi bukan soal rindu, tentang syukur misalnya.**
Uwuw
BalasHapus🤗🤗
HapusMantap, Kak👏
BalasHapusMakasih 🙏😍
Hapus