Langsung ke konten utama

Mirabal Bersaudara Dibunuh Karena Mereka Perempuan

"Mungkin yang begitu dekat dan harus kami hadapi adalah kematian, tetapi hal itu tidak membuat kami takut, kami harus melanjutkan perjuangan untuk sesuatu yang baru saja dimulai.”

-Minerva Mirabal-


16 HARI ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (HAKTP) diperingati setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. HAKTP ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia berangkat dari sebuah peristiwa tragis yang menewaskan tiga perempuan, Mirabal bersaudara di tahun 1960.

Siapakah Mirabal Bersaudara itu?

Mereka adalah Patria Marcedez Mirabal, Minerva Mirabal dan Maria Teresa Mirabal. 

Mereka bertiga merupakan kakak adik perempuan yang dibesarkan di sebuah kota bernama Ojo de Ague, di bagian utara negara Republik Dominika.

Keluarganya datang dari kelas menengah yang berupaya memberikan pendidikan terbaik kepada putri-putrinya. Saat itu, perempuan yang berpendidikan masih jarang dan dianggap melawan budaya yang ada.

Di bawah pemerintahan diktator Rafael Trujillo yang berkuasa di Dominika sejak tahun 1930 hingga akhir hayatnya pada tahun 1960, Trujillo menjadikan perempuan sebagai objek dan alat untuk menaikkan statusnya dan mendapatkan kepuasan seksual.

Siapapun yang melawan tawarannya akan dianggap sebagai sebuah penghinaan. Itulah yang dirasakan Trujillo tatkala Minerva menolak Trujillo untuk tidur dengannya.

Penolakan Minerva menggambarkan pemberontakan perempuan yang melawan untuk tunduk pada tradisi yang menyubordinasikan perempuan. Sejak saat itu, keluarga Mirabal terbuka menunjukkan sikap oposisi terhadap pemerintahan Trujillo.

Minerva berhasil mengenyam pendidikan hukum namun tidak dapat mempraktikkan ilmunya karena menolak ajakan Trujillo tersebut. Sehingga ia tidak punya kebebasan untuk mengamalkan ilmunya.

Ia pun menikah dengan Manolo Tavarez Justo yang menjadi pemimpin Gerakan Empat Belas Juni melawan Diktator Trujillo, sedangkan suami dari Teresa adalah bendahara dari gerakan ini.

Patria sering meminjamkan rumahnya untuk pertemuan dan rapat gerakan tersebut, sedangkan Minerva dan Teresa lebih terlibat dalam merencanakan revolusi melawan Trujillo.

Minerva dan Teresa ikut menyembunyikan senjata serta menyediakan makanan dan rumah untuk orang-orang yang sedang bersembunyi dari rezim pemerintahan Trujillo.

Pada 25 November 1960, Patria, Minerva, Teresa serta supir mereka, Rufino de la Cruz pergi untuk mengunjungi suami Minerva dan Teresa yang berada di penjara. Di perjalanan pulang, mereka dicegat oleh orang-orang suruhan Trujillo. Mereka disiksa dan dicekik hingga meninggal. Tubuhnya ditaruh kembali di mobil mereka dan didorong dari puncak, sehingga terlihat seperti kecelakaan.

BACA JUGA : Saya Perempuan, Bukan Wanita

Aksi-aksi Mirabal Bersaudara yang terang-terangan dan lantang melawan ketidakadilan yang dilakukan Trujillo berlawanan dengan budaya machoisme yang ada, sehingga Mirabal Bersaudara dianggap sebagai ancaman.

Budaya machoismo adalah ekspresi kejantanan dan maskulinitas yang berlebihan dan agresif masih sangat kental dan dominan setelah negara Dominika dijajah oleh bangsa Spanyol dan Portugis, sehingga perempuan seringkali dianggap sebagai objek belaka dan manusia pasif.

Padahal suami Minerva dan Teresa lah yang paling aktif dalam gerakan melawan Trujillo, namun keberadaan Mirabal Bersaudara dianggap lebih berbahaya.

Hal ini membuktikan bahwa kekerasan berbasis gender itu nyata dan perempuan dibunuh karena gendernya.

Di bawah rezim gender Trujillo, perempuan yang melawan subordinasi dan budaya machoisme dianggap sebagai sebuah ancaman.

Mereka dianggap lebih memberontak daripada rekan laki-lakinya serta mengganggu sistem politik yang melanggengkan budaya machoisme.

Untuk mengenang perjuangan Mirabal Bersaudara, hari kematiannya 25 November dijadikan sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) dalam Konferensi Feminis Amerika Latin dan Karibia pada tahun 1981.

Lalu pada 1991, Woman's Global Leadership Institute menggagas kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dari 25 November sampai 10 Desember.

Mirabal Bersaudara menjadi inspirasi dan simbol pergerakan perempuan dalam melawan tirani dan rezim gender di berbagai belahan dunia.**


Sumber : mahardika.org | Mirabal Bersaudara : Dibunuh Karena Mereka Perempuan 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba