Langsung ke konten utama

Tradisi Penghapusan Dosa di Bulan Safar

BULAN SAFAR adalah bulan kedua dalam kalender Hijriah. Di berbagai daerah, bulan Safar dianggap sebagai bulan kesialan atau bulan yang penuh musibah.

Dengan keyakinan tersebut, banyak tradisi yang muncul sebagai upaya untuk menghapus dosa-dosa agar tidak terjadi musibah.

Di Indonesia, beberapa daerah melakukan tradisi "Mandi Safar" untuk menghapus dosa dan menolak bala. Tradisi tersebut, antara lain terjadi di daerah Kalimantan Tengah, daerah Jambi, daerah Flores Timur, juga daerah Riau.

Meski memiliki penyebutan yang sama, Mandi Safar, tapi dalam pelaksanaannya tentu berbeda.

Berikut penjelasan tentang proses pelaksanaan tradisi Mandi Safar di beberapa daerah :

1. Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Dikutip dari situs Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam artikel diterbitkan pada Kamis (16/11/2017).

Tradisi Mandi Safar di daerah ini, biasanya dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar.

Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dipimpin oleh seorang tokoh adat, dengan melakukan semacam ritual menggunakan daun sawang yang selanjutnya digunakan warga saat bercebur ke sungai.

Setelah berdoa bersama, warga kemudian beramai-ramai mandi bercebur di Sungai Mentaya. Tradisi ini menjadi simbol membersihkan diri sekaligus harapan agar diri bersih dan terhindar dari hal-hal yang tidak baik. 

2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Di daerah ini, tradisi Mandi Safar dilakukan untuk meminta Sang Kuasa agar terhindar dari bahaya, penyakit dan mensucikan diri dari dosa dengan menceburkan diri ke laut.

Sebelum menceburkan diri ke laut, masyarakat setempat dibekali daun sawang yang sudah dibacakan doa oleh sesepuh di daerah tersebut. Lalu daun sawang itu diikat di kepala dan di pinggang masyarakat yang akan melakukan prosesi Mandi Safar.

Pemakaian daun sawang ini diyakini dapat melindungi diri dari gangguan hewan ataupun makhluk halus selama prosesi Mandi Safar.

3. Kabupaten Flores Timur, NTT.

Tepatnya di pulau Adonara, tradisi ini diyakini sebagai upaya penghapusan dosa-dosa yang telah dilakukan.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat pesisir beramai-ramai, dari anak-anak sampai orang tua, menyeburkan diri ke laut pada pagi atau sore hari, dan berharap diri mereka menjadi bersih dari dosa dan hal-hal buruk.

Meski saat ini tradisi Mandi Safar di daerah tersebut sudah memudar, sebagian masyarakat masih memilih melaksanakan tradisi ini. Tetapi dengan niat yang mulai beragam. Ada yang masih meyakini sebagai upaya penghapusan dosa, ada juga yang mengikuti tradisi Mandi Safar sekedar untuk hiburan.

4. Kabupaten Bengkalis, Riau.

Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam artikel diterbitkan pada (14/11/2016).

Tradisi Mandi Safar di daerah ini, dipercaya bahwa ritual mandi shafar dapat mencegah atau bahkan menghilangkan segala macam kesialan, wabah penyakit menular, bencana atau musibah yang akan atau telah datang, khususnya pada bulan Shafar.

Prosesi Mandi Safar dimulai pada pagi hari. Lalu masyarakat menyiapkan sehelai daun atau selembar kertas persegi (rajah) yang kemudian diserahkan pada tetua kampung yang dianggap memiliki ilmu agama mumpuni.

Rajah tersebut ditulisi ayat-ayat menggunakan benda-benda keras seperti lidi yang dibuat menyerupai pensil dengan ujung dilancipkan, atau tinta yang mudah luntur.

BACA JUGA : Idealisasi Karakter Muslim 

Prosesi mandi safar dimulai dengan zikir bersama lalu dilakukan arak-arakan diiringi kompang beserta delapan pasang anak yang merupakan perwakilan masing-masing desa di suatu kecamatan menuju sumur tua.

Setelah sampai di sumur tersebut, satu persatu tetua adat, pemuka agama dan pemerintah setempat menyiramkan air wafa’ atau air sumur tersebut ke tubuh delapan pasang anak tadi menggunakan centong dari tempurung kelapa.

Setelah selesai, warga dipersilahkan mengambil air wafa’. Ada yang membasuh muka, ada yang membasuh rambut, dan ada pula yang membawa botol air mineral kosong untuk diisi air wafa’.

Perbedaan cara pelaksanaan tradisi Mandi Safar yang ada di berbagai daerah, tentunya dipengaruhi oleh adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa negeri kita begitu kaya akan tradisi dan budaya.

Inilah tradisi pengapusan dosa di beberapa daerah pada bulan Safar.

Apakah daerahmu juga memiliki tradisi unik di bulan Safar?**


*beberapa informasi bersumber dari Banjarmasin.tribunnews.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba