Langsung ke konten utama

Menteri Kesehatan Kita Ke Mana?

 


INDONESIA adalah negara demokrasi, yang mana semua berjalan atas nama rakyat. Segala kebijakan harus demi rakyat dan diketahui oleh rakyat. Sehingga menuntut pejabat berwenang untuk menjelaskan kebijakan yang diambil adalah tindakan normal di alam demokrasi. 

Letnan Jenderal TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad. adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang menjabat sejak 23 Oktober 2019, kini dipertanyakan keberadaannya.

Ketika virus corona semakin menjadi di negara ini, ia malah menghilang dan bungkam. Padahal di awal pandemi, ia salah satu pejabat yang sering cuap-cuap, sampai mengatakan Covid-19 bisa sembuh sendiri. Tapi kok wabah di negara kita belum kelar-kelar ya?

Menghilangnya Menkes RI ini begitu ramai dibicarakan. Acara televisi Mata Najwa berulang kali mengundang Pak Terawan agar bisa menjelaskan di depan publik tentang kondisi kesehatan Indonesia di tengah Covid-19 yang tak kunjung mereda.

Sampai akhirnya Najwa Shihab dalam acaranya mewawancarai kursi kosong yang disiapkan untuk Pak Terawan. Mengajukan beberapa pertanyaan publik yang seharusnya dijawab oleh Menkes kita. Ini sarkas yang seharusnya membuat Pak Terawan tertohok. Namun jika setelah ini pun masih belum ada jawaban dari Menkes, ya sudahlah.

Presiden, para menteri lain, sampai influencer pun sudah angkat bicara tentang Covid-19. Tetapi siapa yang lebih berhak dan lebih paham tentang pandemi yang mengganggu negara kita selain Menteri Kesehatan?

Bahkan beberapa menkes di berbagai negara memilih mundur dan mengaku tak sanggup lagi mengatasi pandemi ini. Antara lain Brasil, Belanda, Ekuador, dan Chile.

Lalu apakah penanganan menkes kita lebih baik dibandingkan negara-negara tersebut sampai Pak Terawan belum juga mengundurkan diri?

Oh, barangkali menkes kita sudah menyiapkan penanganan serius untuk pandemi, tunggu saja.
Tapi benarkah serius? Hm..

Menteri Kesehatan Kita ke Mana? 
Lagi #dirumahkan? Atau sedang sembunyi #dirumahaja?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba