Langsung ke konten utama

"Harga" Perempuan di Tanah Mahar Gading



Sumber foto : https://images.app.goo.gl/LdXi1sL2Fbt65bWd6 

MAHAR atau mas kawin merupakan pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan sebuah proses pernikahan.

Perbedaan mahar di setiap daerah, tentunya dipengaruhi oleh adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat.


Salah satu daerah yang memiliki mahar cukup unik ialah Pulau Adonara. Pulau tersebut berada di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.


Mahar dalam bahasa daerah setempat disebut "Belis" yang harus diberikan kepada mempelai perempuan. Belis itu berupa gading gajah atau dalam bahasa setempat disebut "Bala".


Jumlah gading yang digunakan untuk acara pernikahan tergantung kesepakatan dua belah pihak keluarga mempelai.


Gading gajah memiliki harga yang cukup fantastis. Harganya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Semakin panjang ukuran gading gajah tersebut, maka semakin mahal pula harganya.


Di Pulau Adonara sendiri tidak ada gajah yang hidup di sana. Sebab gajah merupakan hewan yang hidup di daerah dengan curah hujan tinggi. Sedangkan Pulau Adonara tidak termasuk dalam kategori tersebut.


Maka timbul pertanyaan, jika tak ada gajah di sana, mengapa gading gajah menjadi mahar pernikahan?


Inilah cara masyarakat Adonara menghargai perempuan. Untuk mendapatkan perempuan Adonara, para lelaki harus berjuang mendapatkan gading gajah yang bahkan empunya saja tak hidup di pulau tersebut.


Tidak hanya itu, para lelaki juga harus semangat mengumpulkan uang. Sebab satu batang gading gajah tidak bisa ditebus dengan harga yang murah.

 

Meski demikian, aturan adat ini sudah mulai memudar. Sebagian warga lebih memilih kompromi untuk menggantinya dengan benda lain, seperti uang yang nilainya setara dengan gading gajah.


Namun suku-suku besar di Adonara masih tetap mempertahankan tradisi tersebut.


Terkait pembayaran mahar gading gajah dapat dilakukan dengan cara kontan atau diberi waktu yang disepakati. 


Namun, jika sampai tenggat waktu tidak juga mendapatkan gading gajah, maka pihak keluarga perempuan berhak ‘menawan’ seorang gadis lain dari pihak keluarga lelaki sebagai ganti untuk dinikahi oleh salah satu keluarga besar perempuan tanpa ada mahar alias gratis.

 

Anda berminat menikahi gadis asli Adonara? Siapkan dulu gading gajah. **

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba