Bara api menyala di lubuk umat manusia yang lahir di bumi Pertiwi
Kaki-kaki berlari laju memenuhi jalanan sebab keadilan tak hinggap ke dapur mereka
Ada amarah di setiap derap langkah dan degup nadi
Memaki nasib hidup di Republik Ilusi
Perih mataku menangkis kabut pedih yang keluar dari senjata kekuasaan
Setelah itu, saudaraku mati dilindas rantis
Aku melihat arogansi pejabat menari dengan riang di gedung mewah yang dibangun oleh keringat jelata
Musik mengalun merdu mengelus mesra tubuh yang dibalut lambang borjuis
Tak kutemukan tumpukan buku ala Bung Hatta di rumah-rumah para tuan yang katanya mewakili aku
Rupanya tak butuh arif nan cerdas untuk membuat Undang-Undang di meja parlemen
Hanya cukup culas dan tak tahu malu
Tak kudengar susunan tutur kata khas makhluk bermoral yang keluar dari bibir mereka
Sebab anggota dewan negeri ini ternyata lebih jago beronani ketimbang berorasi
Presiden yang menang karena mahir bergoyang kini muncul di linimasa lewat akun pasangan artis berjuluk sultan
Harusnya hadir membawa tenang
Nyatanya hanya menguyur bensin ke bara yang panas
Sebab ia bodoh mencari solusi
Sang Wakil, anak haram konstitusi itu tak terlihat
Hening, bisu, senyap
Seakan buta bahwa banyak ibu dirundung pilu sebab sang anak kembali tanpa nyawa
80 tahun perayaan digelar di Istana
Bersorak sorai seakan sejahtera tampak di depan mata
Belum usai lagu karya Husein Mutahar diputar
Laras panjang dan peluru karet menyasar kawanku di muka jalan
Di sebelah sana, rekanku dipukul karena memegang kamera dan menulis berita
Maksud apa Tuhan aku lahir di tanah ini?
Berat nian Kau uji aku menjadi WNI
Bogor, 31 Agustus 2025

Komentar
Posting Komentar