Foto diambil saat hujan dan senyumanmu beradu di sini |
"AYO JALAN," ujarnya. Meskipun langit mendung, ia berusaha menunaikan janjinya. Biasalah, bagi seorang perempuan yang akan menggila jika berdiam di rumah saja sepertiku, jalan-jalan adalah suatu kewajiban yang berdosa jika tak ditunaikan.
Tidak jauh, roda doa berputar mengantar kami menuju tempat 'ngopi' yang di sekeliling rumput hijau, asri. Setelah kopi diteguk, air langit turun. Tentu kesal, "baru juga keluar, udah ujan lagi," gumamku.
Kami berteduh, memeluk diri masing-masing untuk menghalau angin yang membawa cipratan hujan.
Kemudian entah dari mana pikiran ini datang, "Mengapa tidak mencoba mensyukuri hujan yang turun karena telah menahan kita untuk lebih lama di sini? Mengapa tidak bersyukur dengan gelas kopi yang sampai tuntas kita teguk bersama? Pada intinya kan kita hanya ingin bersama, bukan tentang mau ke mana."
Ternyata hati lebih tenang jika lapang menerima dan bersyukur dalam setiap keadaan. Kita sering marah karena sibuk mengejar ekspektasi, padahal keindahan bisa datang dari hal-hal sederhana yang melingkari setiap jejak hidup kita.
Setelah itu, aku diam-diam menatapnya dan tersenyum. Tidak apa-apa hujan, nah toh dia yang berada di sampingku. Entah ke Malioboro atau hanya berjalan di sekitar Boko, nah toh tetap dengannya. Intinya itu kan?
Komentar
Posting Komentar