Langsung ke konten utama

FANATIK BOLEH, BEGO JANGAN

https://goo.gl/images/nPJrRK

Saat ini kita melihat banyak masyarakat Indonesia yang demam fanatisme terhadap para capres jagoannya. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam mendukung setiap capres dan cawapres, yang salah itu ketika kita terlalu bodoh dalam menunjukkan cara sebagai bentuk dukungan kita.

Kebanyakan dari kita menggunakan cara yang sangat tidak menunjukkan manusia yang bernilai etika dan estetika. Dengan saling menghujat, memfitnah dan menjatuhkan para capres, sebenarnya kita  sedang menjatuhkan martabat kita sebagai manusia yang diciptakan memiliki akal dan nurani.

Paslon nomor 01 maupun 02 memiliki keunggulan masing-masing. Maka mana yang menurut kita baik, pilihlah. Pilihlah tanpa menghujat yang lain. Dukunglah tanpa memfitnah yang lain. Tidak perlu menjadi cebong dan kampret untuk bersaing. Persaingan itu wajar ketika kita juga berlaku secara wajar.

Setiap presiden yang memimpin negeri ini, selalu memiliki kelebihan dan kekurangan, dan ini adalah manusiawi. Terus apa yang perlu kita permasalahkan? Masalah itu ada pada kita yang fanatik tapi terlampau bego. 
Ayolah, jadilah masyarakat yang juga berpikir secara manusiawi.

So... Jangan golput ya..sebab kita hanya butuh lima menit menuju TPS untuk menentukan Indonesia lima tahun ke depan.
Semoga pemilu tahun ini mendatangkan kebaikan untuk rakyat dan bangsa Indonesia
Aamiin 😊😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...