Langsung ke konten utama

Apakah Kamu Percaya Dengan Doamu?

Pict : Pinterest



SAYA percaya, semua agama dan keyakinan menyuruh kita untuk berdoa. Kecuali jika Anda mengklaim diri Anda adalah atheis, tapi itu urusan Anda, saya tidak ingin ikut campur.

Doa merupakan upaya menurunkan ego manusia, sebagai bentuk ketidakberdayaan, sebagai bukti bahwa kita adalah hamba, ya memang kita tidak akan menjadi apa-apa tanpa-Nya.

Saya tidak akan berceramah atau memberikan siraman rohani, karena banyak orang enggan menerima nasihat, terlebih dari saya yang bukan siapa-siapa. Saya hanya ingin bertanya, seberapa percaya kamu dengan doa-doamu? Seberapa yakin doamu akan terkabul? Seberapa yakin Tuhan mendengar doamu?

Ketika Anda berdoa, berharap suatu kebaikan datang padamu, kemudian Anda mengulang doa yang sama berkali-kali tapi disertai rasa ragu akan tercapai, maka sebaiknya Anda berhenti berdoa. Melakukan sesuatu yang diselimuti kekhawatiran dan sangsi bukanlah hal yang baik.

BACA JUGA: Siapkah Aku Jikalau Waktuku Telah Usai?

Mengapa kita harus melibatkan keyakinan pada hati di saat kita menyebut harapan-harapan dalam doa? Karena meragukan doa kita akan tercapai, berarti meragukan kuasa Tuhan. Apa Tuhan selemah itu sehingga tidak mampu mengabulkan permohonanmu? Tidak, tentu tidak.

Pernah dengar sebuah pepatah bijak yang mengatakan, "berdoa ibarat mengayuh sepeda, suatu saat kamu akan sampai"?

Yups, demikianlah. Kekuatan doa tidak bisa dipandang remeh. Jika berani memulai sebuah doa, yakinlah, segala doa tidak pernah tidak terdengar oleh Tuhan. Saya yakin, setiap harapan-harapan baik, selalu ada jalan untuk sampai padanya.

Lalu, doa apa yang selalu kamu lantunkan? Adakah kita di dalamnya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...