Langsung ke konten utama

Siapkah Aku Jikalau Waktuku Telah Usai?



Bagaimana jika kita dipanggil saat kita belum siap?

Bagaimana jika kita harus pulang tapi belum punya apa-apa?

Bagaimana jika kita harus beranjak tapi tak ada bekal di tangan?

Bagaimana bisa kita begitu angkuh menghadap-Nya dengan catatan baik yang mungkin saja nihil?

Kita begitu matang mempersiapkan dengan siapa kita akan hidup bersama, di mana rumah yang megah akan kita bangun, liburan ke mana lagi di pekan ini, barang mewah apalagi yang akan kita beli, dan banyak planning lainnya yang membuat kita lupa bahwa setiap hari kita melangkah menuju kematian, semakin dekat.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan." (Q.S Al-Anbiya: 35)

Tak ada yang salah dengan merangkai rencana untuk menjadi apa, dengan siapa di masa depan, hidup memang harus ditata dan terarah. Namun menjadi salah, jika kita terbuai lalu lupa bahwa setiap jejak kaki kita di bumi akan kita pertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Berapa jumlah uang di tabungan kita? Berapa hektar tanah yang kita miliki dengan sertifikat resmi di dalam lemari? Berapa gram emas yang kita punya? Adakah dari semua itu yang kita investasikan kepada Allah? Jawabannya ada dalam diri kita sendiri.

Kita membayar asuransi kesehatan karena khawatir suatu saat akan sakit, kita membayar asuransi rumah karena khawatir jika terjadi kebakaran, kita membayar asuransi jiwa karena tahu suatu saat kita pasti meninggal. Lalu, sudahkan kita menyiapkan asuransi amal ibadah padahal kita juga tahu bahwa surga tak menerima segala bentuk jenis dosa.

Apa yang kita miliki hari ini, yang kita usahakan saat ini, yang kita rencanakan untuk esok hari, semoga ditujukan pada keridhoan-Nya. 

"inna sholatii wanusukii wamahyaya wamaamaatii lillahirabbil 'alamin (sungguh sholat, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah)" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...