MENJADI Indonesia Timur itu berat. Kami mengalami berbagai macam stereotype seperti "Miskin", "Bodoh", "Berisik", "Kasar", "Rusuh", "Tertinggal". Tentu masih banyak lagi stereotype yang dilabelkan pada kami.
Mungkin stereotypes tersebut dilihat dari fakta beberapa orang Timur yang seperti itu, tetapi mengapa tidak mengambil sampel yang baik. Betapa banyak orang-orang dari Indonesia Timur yang memiliki peran dan mengharumkan nama bangsa.
Alm. Glenn Fredly (Musisi), Jonathan Warinussy (Entrepreneur muda), Grandprix Thomryes Marth Kadja (doktor termuda di Indonesia), Prof. DR. Ir. Herman Johannes (Pahlawan Nasional), Alm. Ali Taher Parasong (anggota DPR RI), Johny G. Plate (Menteri Komunikasi dan Informasi RI), Melly Goeslaw (Musisi), Prilly Latuconsina (Aktris), Reza Rahardian (Aktor), Marion Jola (Penyanyi), Andmesh Kamaleng (Penyanyi), Sunny Kamengmau (Pendiri tas Robita), Bara Pattiradja (Penulis), serta masih banyak lagi yang tentu tidak bisa disebutkan satu persatu. Mereka adalah contoh putra putri Indonesia Timur yang sukses di masing-masing bidangnya. Mengapa pencapaian mereka tak membuat Indonesia Timur terlepas dari stereotype buruk?
Mungkin saat ini kita akan mendengar orang-orang mengatakan rasisme sudah tidak ada, kita semua bersaudara, kita Bhineka Tunggal Ika. It's fucking bullshit.
Di berbagai sinetron, film atau acara televisi apapun, jarang sekali kita menemukan bahwa orang Timur berperan sebagai sosok pahlawan atau hero. Orang timur lebih sering menjadi penjahat, preman dan sebagainya. Kita seolah-olah ditanamkan bahwa orang Timur tidak bisa bersikap ramah, sopan dan menjadi pahlawan. Kami adalah penjahat.
Bahkan yang lebih gila, film yang menceritakan tentang budaya di Indonesia Timur dan lokasinya di daerah timur pun tidak menggunakan orang lokal sebagai tokoh utama. What the fuck?
Padahal banyak aktor tanah air berasal dari Indonesia Timur.
Anda masih perlu bukti bahwa rasisme masih menjamur di antara kita?
Betapa banyak produk kecantikan yang digadang-gadang mampu memutihkan kulit tubuh dan wajah. Sehingga memiliki wajah putih adalah idaman, tidak putih tidak cantik. Jika benar seperti itu, maka katakan saja Indonesia Timur sebagai daerah mayoritas berkulit hitam adalah jelek. Jika Anda mengatakan rasisme sudah tidak ada, coba tanyakan pada dirimu sendiri, apakah untuk cantik harus putih? Apakah untuk menjadi baik harus putih?
Bukan hanya produk kecantikan, produk untuk rambut pun demikian. Aneka shampo dan haircare lainnya memaksa kita harus menerima bahwa rambut yang indah adalah rambut yang lurus. Mayoritas putra putri Indonesia Timur memiliki rambut ikal bergelombang. Apakah kenyataan seperti ini masih bisa membuat Anda mengatakan rasisme tak lagi ada?
Menjadi Indonesia Timur itu berat sayang. **
Komentar
Posting Komentar