Langsung ke konten utama

MASALAH PENDIDIKAN KITA




Pendidikan kita masih pincang. Di berbagai penjuru negeri, banyak anak-anak tak paham mana huruf, mana angka. Jangankan di pelosok desa, di ibukota saja anak-anak bertelanjang kaki menyusuri jalanan untuk meraih sesuap nasi. Seharusnya usia mereka adalah usia belajar, menerima ilmu untuk masa depan. Tapi apalah daya, negara kita tidak damai bagi mereka.

Masalah pendidikan kita bukan hanya itu. Para siswa saat ini telah kehilangan figur yang bisa dijadikan panutan. Mereka menjadi liar. Terlalu banyak kasus yang disebabkan kedurhakaan siswa kepada gurunya. Melakukan tindak kekerasan terhadap guru dikarenakan sang guru menegur siswa yang melakukan kesalahan. Bukankah ini krisis moral yang luar biasa??

Ditambah lagi, ketika orang tua wali siswa juga membela anaknya yang salah lalu ikut menghardik sang guru. Pendidikan kita tidak akan bisa maju jika pikiran para siswa dan orang tua wali siswa masih primitif seperti ini.

Lagi. Permasalahan pendidikan kita selanjutnya adalah proses penerimaan siswa di suatu sekolah dengan melihat nilai rapot calon siswa. Ketika nilai rapotnya di bawah kriteria sekolah tersebut, maka calon siswa tidak diterima. Saya rasa ini hal yang konyol. Bagaimana tidak konyol ketika sekolah hanya menerima calon siswa yang memiliki nilai tinggi?? Bukankah karena bodoh maka mereka belajar agar pintar?? Jika sekolah hanya menerima siswa yang pintar, lalu yang bodoh dikemanakan?? Bukankah tugas sekolah adalah mencerdaskan siswanya??

Proses penerimaan siswa yang menggunakan cara seperti itu, bagi saya hanya untuk mengangkat nama instansi. Mencari siswa yang pintar dan berprestasi agar instansi tersebut menjadi terpandang. Padahal sekolah dibangun untuk melahirkan siswa yang pintar, bukan menyaring dan mengklasifikasi siswa yang pintar dan tidak.

Tepat tanggal 2 Mei 2020 yang dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional, saya berharap pendidikan Indonesia memiliki kemajuan. Merata bagi semua kalangan dan benar-benar mampu mencerdaskan anak bangsa. Serta permasalahan di atas dapat diatasi dengan bijak.

Maka kita sebagai anak bangsa, perlu ikut andil dalam mengupayakan kemajuan pendidikan di negara ini, dengan apa yang kita bisa. Karena untuk kebaikan suatu bangsa tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja, atau satu kelompok saja. Harus ada kerja sama dan gotong royong antara pemerintah dan rakyatnya, antara guru dan siswanya dan antara seluruh lapisan masyarakat.


SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL
JAYA PENDIDIKAN INDONESIA 🔥🔥


_inaguhir_
(Adonara, 02 Mei 2020)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba