Langsung ke konten utama

Don't Judge the Book by it's Cover



Siang tadi, sekitar pukul 10:30 (kalau tidak salah), saya dan teman saya duduk di warung untuk mengisi perut yang sedari tadi menahan lapar. Kedua bapak-bapak paruh baya ini sudah terlebih dahulu berada di warung tersebut. Mereka berbincang-bincang dengan si pemilik warung. Entah apa yang dibincangkan, karena memang awalnya saya tidak tertarik. Biasalah, percakapan para orang tua, pikir saya.

Tetapi telinga saya sekilas menangkap pembicaraan mereka tentang bagaimana menghindari hal-hal yang tidak ada keuntungannya bagi kehidupan kita. Kemudian saya berpikir bahwa ilmu bisa didapat dari mana saja. Salah satunya ya dari obrolan bapak-bapak ini dengan Si pemilik warung. Semakin saya dengarkan, semakin saya penasaran.

Dari tampilannya, kita tidak akan berpikir bahwa ternyata Si Bapak berkemeja kotak-kotak itu begitu memahami berbagai ilmu pengetahuan ; ilmu kesehatan, ilmu alam, ilmu kehidupan bahkan yang lebih mengherankan ia beberapa kali mengaitkan dengan Quran dan Hadis Rasul. Masya Allah.

Sambil terus menghembuskan asap dari batang rokok di sela-sela jarinya, Si Bapak berkemeja kotak-kotak ini berucap, "Tau kan dalam Quran ada surat yang membahas tentang lebah? Ternyata Tuhan ingin kita hidup seperti lebah, berkoloni (berjamaah)". Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan berbagai hal tentang tubuh manusia yang dikaitkan dengan Quran. Cara pengobatannya, dan berbagai ilmu lain yang ia kutip dari berbagai referensi buku para penulis dan ungkapan bijak para tokoh ternama, salah satunya Robin Hood.

Sedangkan teman Si Bapak yang berbaju kotak-kotak itu badannya dipenuhi dengan tato. Bibirnya yang sudah menghitam, barangkali karena terlalu sering mengkonsumsi nikotin. Meski tampilannya begitu, ia memberikan pelajaran berharga bagi saya. Ia mengakui bahwa ia adalah mantan begal dan perampok. Bahkan sekarang masih menjadi buronan. Tapi setelah ia menetap di sini, ia merasa dirinya lebih tenang dan meninggalkan pekerjaan haramnya itu. Masya Allah, hidayah itu datang dari mana saja.

Saya kembali disadarkan kenyataan, bahwa ilmu dan tingkat keimanan seseorang tidak bisa dilihat dari tampilan luarnya saja. Hari ini saya baru saja mendapat ilmu yang berharga (semoga saja bermanfaat) dari dua orang bapak-bapak paruh baya yang berpenampilan "kacau".

Untuk kedua bapak yang telah mengajarkan saya berbagai ilmu, Jazakallah khoir. Sehat selalu pak, Indonesia masih butuh orang-orang sepertimu.

Btw, saya lupa tanya siapa namanya 😭

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...