Langsung ke konten utama

Mengulas Novel "Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur" karya Muhidin M.Dahlan



Memerkarakan Tuhan, Tubuh dan Tabu

Kiran, wanita yang menjadi tokoh utama dalam novel tersebut, awalnya adalah sosok muslimah yang taat. Tubuhnya dihijabi jubah dan jilbab besar. Waktunya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah swt. Cita-citanya hanya satu; menjadi muslimah yang beragama secara total.

Untuk meraih cita-cita tersebut,Kiran mengikuti sebuah organisasi garis keras yang mengusung cita-cita tegaknya syariat Islam yang ideal. Tetapi dalam perjalanan, ternyata organisasi itu malah merampas nilai kritis sekaligus imannya. Setiap tanya yang diajukan, dijawab dengan dogma tertutup yang melahirkan resah dan kehampaan.

Dalam situasi seperti itulah, ia melampiaskan frustasinya dengan seks bebas dan obat-obatan terlarang. Tak ada rasa sesal pada tuhannya. Ia yang dulu adalah seorang muslimah sejati, kini menjadi seorang pelacur.

Sosok Kiran menggambarkan bahwa ternyata manusia selalu berubah-ubah. Orang baik tidak selamanya baik, orang jahat tidak selamanya jahat. Seorang pendosa memiliki masa depan, seorang yang shalih pun memiliki masa lalu. Kita tidak pernah tahu akan berakhir seperti apa. Bisa jadi ia yang kita anggap hina, sebenarnya adalah orang mulia di hadapan Allah swt. Atau orang yang terlihat suci, ternyata memiliki segunung aib yang ditutupi oleh Allah swt.

Banyak faktor yang mampu mengubah pribadi kita dari buruk menuju baik atau sebaliknya. Lingkungan memiliki andil besar dalam membentuk karakter kita. Bahkan seorang Kiran yang awalnya adalah muslimah sejati bisa berubah drastis menjadi seorang pelacur karena mengikuti organisasi yang menggoyahkan iman dan nalarnya.

Dengan demikian, kita harus memperhatikan lingkungan kita. Hati-hati dalam bergaul. Hati-hati dalam memilih organisasi atau aktivitas apa yang akan kita ikuti.

Bukan berarti kita tidak boleh bergaul atau berteman dengan mereka yang mungkin hidup dalam dunia "hitam". Karena di sisi lain, hal itu bisa menjadi ladang kita untuk menebar kebaikan. Dengan lemah lembut kita berdakwah tanpa menggurui. Menasihati dengan baik jika teman-teman kita melakukan kesalahan. Jika kita dapat memperbaiki,maka silahkan. Minimal tidak ikut-ikutan.

Akan tetapi, jika kita malah terjerumus, maka sebaiknya tinggalkan lingkungan tersebut. Karena akan membentuk karaktek kita menjadi tidak baik. Atau bahkan menggoyahkan iman kita.
.
.
.
Semoga ulasan di atas bermanfaat bagi penulis ataupun pembaca :)
Mari sama-sama membaik bersama-sama :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba