Langsung ke konten utama

APA KABAR IBU PERTIWI ??


Mari berpikir mendalam, mendasar dan mengarah pada yang benar.

Tulisan ini tidak memihak pada mahasiswa, aparat ataupun DPR. Tetapi tulisan ini berpihak pada kebenaran dan kemanusiaan.

Mari kita bahas satu persatu.
Poin pertama. Sebagai mahasiswa sekaligus masyarakat Indonesia, kita harus tau bahwa alasan apa yang membuat kita turun ke jalan, berkoar di sosmed dan beramai-ramai menulis petisi. Kita harus punya landasan yang kuat sehingga segala gerak perlawanan kita dapat dipertanggungjawabkan.

Mahasiswa turun ke jalan bertujuan menyuarakan aspirasi rakyat. Pertanyaannya aspirasi yang seperti apa?

Cukup miris, ketika melihat beberapa oknum mahasiswa memegang kertas yang bertuliskan, "Selangkanganku Bukan Milik Negara #TolakRKUHP", dan masih banyak lagi cuitan-cuitan tulisan para demonstran yang seolah-olah menginginkan sex bebas. Entah itu tujuannya bercanda atau apapun, tetapi sangat tidak pantas seseorang berlabel mahasiswa menulis hal-hal yang tidak senonoh seperti itu.

Dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), ada beberapa point yang sangat saya setujui karena memang baik jika diterapkan. Salah satunya adalah tentang larangan perzinahan (pasal 418), yang mana ayat 1 menyebutkan, laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut, dan berjanji akan mengawini, tetapi malah mengingkari janjinya, maka ia dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Kategori 3.

Sementara ayat 2 disebutkan, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya, maka ia akan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori 4.  

Bukankah pasal tersebut bertujuan baik karena melindungi masyarakat dari pergaulan bebas yang mampu menjatuhkan nilai moral bangsa kita ??

Jika mahasiswa turun ke jalan dengan semangat #TuntaskanReformasi, maka pasal tentang perzinahan ini adalah salah satu pasal yang harus kita dukung. Mengapa ? Mari kita lihat amanat reformasi yang telah disepakati ;
1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya
2. Cabut Dwifungsi ABRI
3. Hapuskan budaya KKN
4. Otonomi daerah seluas-luasnya
5. Amandemen UUD 1945
6. Tegakkan supremasi hukum dan budaya demokrasi

Dari 6 poin di atas, kita tahu bahwa REFORMASI TIDAK MENGAMANATKAN SEX BEBAS.

Jadi kita sebagai mahasiswa seharusnya menentang pasal-pasal RKUHP yang tidak sesuai dengan amanat reformasi, seperti antara lain, larangan mengkritik pemerintah, gelandangan yang ditindak pidana dan peringanan hukuman koruptor. Pasal-pasal inilah yang harusnya lebih keras disuarakan.

Aksi demonstasi tidaklah salah, karena mahasiswa juga menuntut RUU KPK yang memang dilemahkan, masalah Karhutla yang belum dituntaskan dan gejolak Papua yang belum juga diselesaikan. Serta beberapa RUU yang memang harus diluruskan. Perihal hal ini, saya setuju. Sangat !!
Persoalan seperti itu memang harus disampaikan, karena sekali lagi, suara mahasiswa adalah suara rakyat.

Baik, poin kedua. Kerusuhan dan kekerasan yang terjadi antara aparat dan mahasiswa di berbagai lokasi demo, mencuri perhatian kita sebagai masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan berbagai pendapat, bahkan cibiran. Baik kepada aparat ataupun kepada mahasiswa. Ada yang menyalahkan aparat karena terlalu "bar-bar", ada pula yang menyalahkan mahasiswa karena melakukan aksi demonstrasi.

Harus kita ketahui bahwa aksi demonstrasi dilegalkan oleh Undang-Undang Indonesia (UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum). Bentuk penyampaian di muka umum adalah dengan melaksanakan demonstrasi/unjuk rasa, pawai, rapat umum dan mimbar bebas. Bahkan penyampaian pendapat di muka umum ini, dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".

Dari pasal-pasal itu, berarti jelas bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa adalah legal dan tidak melanggar undang-undang negara Indonesia. Tetapi yang menjadi masalah mengapa aparat malah memukuli mahasiswa yang berdemo? Ada apa sebenarnya?

Dalam aksi demonstrasi pun ada aturan yang harus dipatuhi. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum antara lain, tidak boleh membawa barang-barang berbahaya atau senjata tajam, larangan untuk mengeluarkan ujaran kebencian, dan juga larangan merusak fasilitas umum.

Ketika ada oknum mahasiswa yang melanggar aturan demonstrasi tersebut, maka wajar jika aparat hukum mengambil tindakan. Tetapi menjadi tidak wajar, jika tindakan yang diambil adalah tindakan kekerasan.

Apabila ada oknum demonstran yang melanggar aturan aksi demonstrasi, para aparat hukum seharusnya menyelesaikan hal tersebut dengan dengan jalur hukum. Karena untuk tindakan kekerasan dan penyiksaan, sama sekali tidak ada kalimat pembelaan.

Dari dua poin di atas, sebenarnya mengajak kita sebagai masyarakat Indonesia untuk lebih jeli dalam memahami hukum-hukum yang ada di negara kita. Baik mahasiswa, ataupun aparat, kita semua punya hak untuk menuntut keadilan yang sesuai dengan norma-norma kemanusiaan.  Selain hak, tentu kita pun tidak bisa lepas dari kewajiban untuk melaksanakan aturan undang-undang negara kita tercinta ini.
.
.
.
#HidupMahasiswa
#TuntaskanReformasi
#DemokrasiDikorupsi
#SaveIndonesia

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tenun Kwatek, Karya Tangan Perempuan Adonara

   Kwatek Adonara saat dikenakan Penulis SUDAH tidak asing lagi jika kita mengetahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kain tradisional. Begitu pula di Pulau Adonara. Pulau ini menjadi salah satu daerah yang memiliki kain tenun sebagai kain tradisionalnya. Pulau Adonara sendiri terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Adonara, tenun ini dipakai dalam berbagai acara seperti upacara adat, pernikahan, pemakaman, dan hari-hari besar lainnya, baik hari besar nasional ataupun hari besar agama. Selain itu, kain tenun ini juga dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Adonara dan dijadikan cendramata bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.  Tenun Adonara memiliki tiga motif, pertama motif dengan warna-warni bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek (berbentuk seperti sarung), yang kedua motif dengan warna yang monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing (berbentuk seperti sarung) dan yang ketiga motif berwarna dan bergaris lurus a...

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba...

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...