Langsung ke konten utama

SEDEKAH NGIDER MENGAJI







Assalamualaikum wr.wb

Sabtu, 23 Februari 2019 lalu, saya mengikuti kegiatan Sedekah Ngider Mengaji yang diselenggarakan oleh organisasi Yayasan Sedekah Ngider Indonesia dengan tema "Santai Belum Lengkap Tanpa Mengaji". Alhamdulillah saya adalah salah satu anggota dari organisasi tersebut. Kegiatan ini diadakan di sebuah cafe bernama Wiken Cafe yang berlokasi di Ciracas,Jakarta Timur. Oleh karena itu, hari ini saya ingin sedikit berbagi ilmu dari apa yang telah saya dapat dari kegiatan tersebut, sebab Islam memerintahkan untuk menyampaikan suatu ilmu meski hanya satu ayat.

Sebenarnya ada banyak point penting yang disampaikan oleh Ustad Daniel Barkah, S.Sy selaku salah satu penceramah di kegiatan Sedekah Ngider Mengaji ini, tetapi saya hanya mengutip beberapa, sebab jika tulisan saya terlalu panjang, anda juga pasti akan malas membacanya kan?? Hehehe 😄

Point pertama adalah tentang kegelisahan, atau bahasa gaulnya adalah kegalauan. Kita sebagai manusia wajar jika kita pernah terpuruk, gelisah, galau atau sebagainya, tetapi penyebabnya harus berkelas, harus elit chuy. Malu dong ya.. masa kita galau cuma karena si doi gak ngasih kabar, atau cuma gara-gara tanggal tua belum gajian. Nabi Muhammad aja nih, galau gara-gara mikirin umat, nah ente galau cuma karena mikirin satu orang yang belum tentu jadi jodohmu.
Astagfirullah... Jangan deh ya.. 😉

Nah, point kedua. Kita sebagai manusia kadang ataupun sering menghujat takdir, merasa Tuhan tidak adil. Merasa seolah-olah kitalah yang paling tersakiti, sok dramatis seperti di sinetron. Padahal Allah itu Maha Tahu dan kita hanya Sok Tahu. Allah tahu yang baik buat kita hari ini, esok dan seterusnya. Sedangkan kita hanya tahu apa yang menurut pikiran kita baik, padahal pikiran kita itu terbatas kemampuannya.
So... Berusahalah untuk selalu menerima kehendak Allah dengan ikhlas dan yakin bahwa tidak ada keputusan Allah yang salah. Allah itu gak jahat manteman... 😉 
Jika belum ikhlas, berusaha terus untuk ikhlas. Sebab ketika kita berusaha ikhlas, disitulah hakikat ikhlas yang sebenarnya. Ikhlas itu proses bukan hasil, dan yang namanya proses selalu butuh latihan. Bravo gaesss... 😊😉

Next point ini tentang keutamaan sedekah. Secara logika manusia, ketika sesuatu dibagi-bagi maka akan berkurang. Tetapi rumus matematika Allah dan matematika manusia itu jauh berbeda. Dalam rumus matematika Tuhan, ketika sesuatu yang kita miliki dibagi kepada sesama, maka yang kita miliki akan berlipat ganda. Gak percaya?? Buktikan dengan sedekah !!
Jangan nunggu kaya untuk sedekah, karena sedekahlah yang membuatmu kaya. Kekayaan itu mentalitas, bukan nominal. Seseorang yang bermental kaya, ia akan rajin memberi, karena hakikat kaya adalah memberi dan berbagi bukan meminta.

The last point adalah tentang manusia yang senantiasa melakukan dosa. Manusia adalah tempatnya salah dan khilaf, maka ketika manusia melakukan dosa, itu adalah kodrat. Tetapi sebaik-baik pendosa adalah ketika ia melakukan dosa kemudian menyegerakan bertobat dan melakukan kebaikan untuk mengurangi kadar dosanya. Lebih baik kita STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan), dari pada maksiat jalan tapi gak sholat-sholat.
So .... Jadikan bertobat adalah hobby agar dosa-dosa kita yang tak terhitung diampuni oleh Allah SWT.

Beberapa point di atas semoga bermanfaat dan dapat mengubah hidup saya dan siapapun yang membaca serta sampaikanlah kepada orang lain agar menjadi amal jariyah untuk kita semua.

Wassalamu'alaikum wr.wb
Salam damai 😉

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba