Langsung ke konten utama

Idealisasi Karakter Muslim


MENURUT pandangan Al-Mawardi, proses pembentukan idealisasi karakter muslim tidak dapat berkembang tanpa adanya pendidikan. Karena jiwa manusia mempunyai kecenderungan alami untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Setiap manusia memiliki unsur negatif dalam dirinya, yaitu hawa nafsu. Maka jalan terbaik untuk melawan nafsu tersebut ialah pelatihan diri.

Proses pelatihan diri menjadi efektif jika ada pembimbing yang dapat mengarahkan dan mengoreksi berbagai kekeliruan seorang anak. Maka peran orang tua dan guru sangatlah penting. Orang tua dan guru selaku pembimbing atau mentor mengemban misi untuk mengarahkan karakter anak melalui proses pendidikan dan pengajaran.

Melalui pendidikan, seorang guru dapat menanamkan rasa cinta terhadap ilmu pengetahuan kepada anak. Sebab ilmu pengetahuan adalah simbol kemuliaan tertinggi bagi setiap orang. Oleh karena itu, eksistensi seorang pendidik menjadi vital apabila ilmu pengetahuan yang diajarkan menjadi karakter bermutu tinggi pada diri anak yang telah diajarkannya.

Secara normatif, Al-Mawardi melihat bahwa jika segala jenis ilmu pengetahuan tidak bertumpu pada ilmu pengetahuan keagamaan yang paling luhur secara luas dan kuat, maka tidak akan ada realisasi moral. Karena pengetahuan inilah yang membuka jalan petunjuk Ilahi yang pada gilirannya mengimplikasikan pada peningkatan kualitas peribadatan.

Pandangan Al-Mawardi ini tidak menyingkirkan pentingnya ilmu pengetahuan yang lain, karena penghambaan seseorang kepada Sang Pencipta adalah tentang mengimplementasikan segala syariat dalam dinamika kehidupan sebagai pesan kekhalifahan di muka bumi.

Hasil dari proses pendidikan yang baik adalah terbentuknya perkembangan kognitif seseorang. Menggali ilmu pengetahuan dengan pengalaman dan kenyataan yang ada, yang pada gilirannya berperan mengarahkan perilaku moralnya. Melalui kekuatan akalnya, seorang anak mampu menghargai hal baik dan berguna, dan juga dapat mengendalikan nafsu dan keinginan yang besar.


Untuk membentuk karakter yang ideal, perlu adanya konsistensi terhadap pentingnya perilaku individual dan perilaku masyarakat yang harus dipadukan menjadi satu. Sebab semua kebajikan selalu mempunyai tujuan ganda, individu dan kolektif.

Al-Mawardi dalam karyanya, berusaha mewujudkan karakter ideal dengan merangkai sikap hati-hati terhadap langkah yang akan diambil. Sikap-sikap tersebut ialah penguasaan diri dalam keadaan marah, kebenaran, kejujuran, dan penerimaan takdir dengan ikhlas.

Akumulasi empat sikap tersebut tentu memerlukan kesungguhan, kesabaran dan juga waktu yang panjang. Maka dari itu, upaya pembentukan karakter harus dilakukan secara berkesinambungan.

Proses pembentukan karakter mampu merealisasikan suasana hati yang jernih dalam beribadah dan bertingkah laku. Kejernihan hati mampu mendorong seseorang untuk berprilaku sesuai dengan kondisi dan batas norma yang ditetapkan.

Dengan demikian, seseorang mampu menjadi kontributor dalam upaya pencegahan dekadensi moral secara umum. Maka tepat kiranya pepatah Arab yang mengatakan, "Aslih nafsaka, yasluh laka an-nasu".**



sumber : Buku Religius Etika (Suparman Syukur)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film “Dirty Vote,” Bukti Kebiadaban Pemerintahan Jokowi

PERINGATAN : Tulisan ini bukan kajian ilmiah yang tersusun rapi dengan kalimat akademik dan sajian data konkrit. Bukan juga berisi pujian untuk menyanjung junjunganmu. Jadi bagi Anda yang merasa pendukung fanatik Presiden Jokowi maupun paslon tertentu, sebaiknya Anda tidak perlu membaca tulisan yang isinya hanya “sumpah serapah” untuk idolamu itu. FILM dokumenter “Dirty Vote” tayang hari ini, Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube Dirty Vote. Saya buru-buru mengunduh film tersebut, khawatir sewaktu-waktu bisa di-takedown. Ya, saya memang sangat pesimis dengan kebebasan berbicara/berekspresi di negeri yang katanya demokrasi ini. Pukul 20.00 WIB, film tersebut selesai saya tonton. Bergegas saya buka Microsoft Word yang ada di laptop untuk menuangkan segala emosi yang terangkum selama menyaksikan “Dirty Vote.” Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini kembali berhasil membuat saya meneteskan air mata. Bisa dibilang, jejak air itu belum sepenuhnya kering saat tulisan

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya

Adonara, Tanah Lebih Mahal Daripada Darah

Anak pulau mendengar kabar Ada mayat mati terkapar Adonara, Tanah Tumpah Darah Darah Tumpah Karena Tanah KEMARIN , berita muncul di linimasa, enam nyawa hilang di ujung tombak. Darah kembali tumpah, lagi dan lagi karena masalah yang itu-itu saja. Bukan hal baru di telinga kita, bahwa persoalan hak tanah berujung pertikaian. Korban berjatuhan, anak jadi yatim, ibu jadi janda. Seorang misionaris asal Belanda, Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island). Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara." BACA JUGA: Masa Depan Anak Pesisir Adonara Hmm... dari pernyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri ba