Langsung ke konten utama

Postingan

Yang Berharga, Hiduplah Lebih Lama

Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara.  Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan.  Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...
Postingan terbaru

Lama Tak Menyapa, Mari Bercerita

Hari ini, aku baik-baik saja. Seperti halnya dirimu. Meski tidak tahu, kalimat itu jujur atau bukan. Ya, paling tidak kita masih mahir bermain peran. Januari sibuk sekali rupanya. Belum apa-apa, berbagai jenis pernyataan dan pertanyaan sudah datang meski tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Agak sedikit tidak sopan, tapi apalah daya. Kita tetap harus tersenyum, kan? Masih hujan, meski sesekali. Aroma tanah basah pun masih tercium apabila hujan turun tanpa mendung. Aku suka, karena hujan membuatku lebih banyak waktu bermesra dengan kasur kesayanganku. Kasurku memang agak posesif.  Tahun lalu, sedikit sekali jemariku membuka lembaran buku. Beberapa sampul tampak berdebu tersebab jarang disentuh. Imbasnya, otakku seperti mati suri. Kata-kata seakan kemarau. Lalu seseorang bercerita, "Saya menghabiskan minimal 1 jam setiap hari untuk membaca buku." Duh, iri! Orang bilang, manusia berkacamata selalu dekat dengan buku dan identik berwawasan luas. Sepertinya, aku telah merusak streotipe...

Silakan Masuk, Tuan!

  Di khatamnya mentari kala itu Jemari manismu mengetik sebuah nama Hari-hari setelah itu berwarna jingga Meski mendung di ufuk barat membawa rintik hujan Nada tutur dan tarikan napasmu di ujung telinga Menyatu dengan hawa surgawi Hampir aku terbuai Sigap kubenahi posisi relung di pusat jasadku Agar tanda bahaya tak padam begitu mudah Bulan dan bintang adalah penjaga dari tiap binaran kata-kata Sayup kurekam dengan saksama, memastikan bukti terangkum jika demensia datang melanda Ada desiran tawa, merekah di antara jeda sautan warita Cakap angin atau khidmat begitu tipis dibedakan Siapakah yang kalah Tuan jika aku yang tersenyum duluan? Pagar pikirku sulit memang dilompati Tapi jenjang kakimu lebih sanggup melangkahi Lantas di sebelah mana kau sembunyikan bilah pedang? Aku telah membawa penawarnya Silakan masuk, Tuan! Cileungsi, 2024

Mereka Membeli Sorga Dengan Rasa Lapar

Seorang anak kecil bertubuh kering, mengisap ibu jarinya yang memutih Di simpang jalan lelaki renta terbaring menahan dahaga dan lapar yang melilit Ibu kehilangan asi, bayi mungil terpaksa tak menyusu Gaza, tanah para syuhada itu membeli sorga dengan rasa lapar Gaza, darah tumpah ruah Seorang bapak menggendong balita tak berkepala Entah di mana kepala itu terguling Sementara Zionis berdiri di puncak keangkuhan Tertawa dengan binal sembari menuang anggur kemunafikan Kumpulan setan itu merayakan kematian manusia-manusia suci  Mereka lupa, kehancuran dan neraka begitu dekat padanya Gaza, tubuh terbakar dilalap api Hangus dalam kobaran keji Zionis  Tenda-tenda itu rubuh Asap hitam menjadi payung jasad-jasad yang berkerut tak berbentuk Dialog internasional digelar Kecaman demi kecaman, kami muak mendengarnya ICJ, ICC, PBB adakah gunanya? Tumpukan resolusi lahir di atas meja "Gencatan senjata" kata mereka Mana? Aku tak melihat senjata diletakkan Gaza, wajahmu nanar dihantam rudal K...

Benarkah Perempuan Selalu Benar?

ADA satu kalimat yang begitu risih saya dengar, "Perempuan selalu benar" atau "Perempuan tidak pernah salah." Sayangnya, kalimat ini pun kerap kali diamini oleh sebagian perempuan. Padahal kalimat ini menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang cacat logika sehingga tidak bisa membedakan mana benar, mana salah. Pernyataan "Perempuan selalu benar" awalnya muncul dari mulut laki-laki yang kalah berdebat karena kesulitan mencari pembelaan diri. Dalam posisi terdesak, ego laki-laki itu kemudian mengeluarkan kalimat tersebut sebagai bentuk defensif.  Ada sebuah teori menarik dalam film Kill The Messenger, "Bila tak mampu membantah substansi persoalan, maka bunuhlah karakter sang pembawa pesan." Ya, kalimat "Perempuan selalu benar" dan "Perempuan tidak pernah salah" menjadi serangan dadakan dari laki-laki yang merasa terpojok karena tak bisa berargumen, mereka kemudian menjadikan kalimat ini untuk "membunuh" perempuan. B...

Joko Pinurbo Berpulang, Dunia Sastra Indonesia Kehilangan Penyair Hebat

DUNIA sastra Tanah Air baru saja kehilangan salah satu penyair hebat, Joko Pinurbo. Ia wafat pada Sabtu, 27 April 2024 sekitar pukul 06.30 WIB di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Kabar kepergiannya memberikan rasa duka di seluruh pencinta sastra. Jokpin, demikian sapaanya, menjadi guru bagi banyak orang. Puisi-pusinya begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia, terutama anak-anak muda. “Atas nama pimpinan Badan Bahasa, Kemendikbudristek, kami ikut berbela sungkawa atas meninggalnya Joko Pinurbo,” kata Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Badan Bahasa Kemendikbudristek Muhammad Abdul Khak.  Menurut Abdul, puisi-puisinya yang memadukan narasi, humor, dan ironi menjadi salah satu ciri yang khas dari karya-karya sastra Joko Pinurbo sehingga mampu diterima oleh banyak masyarakat Indonesia. Sebuah puisi singkat karya Joko Pinurbo sering kali beredar di linimasa jagat maya. Saya begitu hafal bunyinya: Tuhan, ponsel saya rusak dibanting lindu Nomor kontak saya hilang semua Satu-...

Tepung Seharga Nyawa Manusia

Alkisah, di sebuah kota suci nan subur Hidup manusia mulia yang diserang sekelompok penjahat bengis; tak berhati dan tak pula berakal Para penjahat itu bermodalkan kebodohan dan keserakahah Dengan besar kepala mereka melawan kebenaran  Lucunya, langkah kejahatan itu didukung oleh pamannya, Paman Sam Lalu ketika seluruh hati di dunia terketuk dan mengutuk, Paman Sam tiba-tiba berubah peran Ambil langkah "kemanusiaan" Pura-pura berbaik hati Bah, pandai kali aktingnya Kirim bantuan lewat udara Jatuhkan makanan dari langit pantai Gaza Warga setempat yang kelaparan berlarian menuju ke situ Ternyata itu bukan hanya tempat makanan tapi juga tempat pemakaman Tepung yang dijatuhkan Paman Sam, seharga 150 nyawa manusia Mereka meregang nyawa di atas peti makanan Belum sempat mereka merasa kenyang, darahnya sudah lebih dulu terkuras Peti bantuan itu mendadak berubah warna Menjadi merah Semerah darah para syuhada Wanginya semerbak menembus layar handphone di gengaman umat manusia Aromanya...