Satu hal yang pasti bahwa mereka tidak lagi muda. Sebagian besar warna rambutnya sudah tak hitam, kerutan di tangan dan wajahnya kian tampak, beberapa gigi pun telah tanggal. Sudah lebih dari separuh abad, hidupnya di muka bumi. Kenyataan ini membuatku terisak, meski tanpa suara. Aku berada jauh. Menyeberangi lautan dan udara. Baktiku tentu hanya setitik dibandingkan embusan perjuangan dan kasihnya. Fakta ini, membuat genangan di mataku sering tumpah, meski lagi-lagi tanpa suara. Perempuan itu begitu lembut tapi juga tegas. Aku dan dirinya sering kali beradu. Maklum, egoku yang teramat kental susah sekali dicairkan. Tapi doa-doanya adalah payung atas segala badai. Hidupku adalah berkat dari sujud panjangnya dan rapalan kalimat yang ia tuangkan merayu Sang Tuhan. Sementara itu, seorang pria gagah dengan tangan lebar dan sedikit kasar. Telapak kakinya pun demikian. Tapi dari tangan dan kaki itulah aku tumbuh dan berdikari; menjadi kaktus di tengah gersang, menjadi api di tenga...
Hari ini, aku baik-baik saja. Seperti halnya dirimu. Meski tidak tahu, kalimat itu jujur atau bukan. Ya, paling tidak kita masih mahir bermain peran. Januari sibuk sekali rupanya. Belum apa-apa, berbagai jenis pernyataan dan pertanyaan sudah datang meski tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Agak sedikit tidak sopan, tapi apalah daya. Kita tetap harus tersenyum, kan? Masih hujan, meski sesekali. Aroma tanah basah pun masih tercium apabila hujan turun tanpa mendung. Aku suka, karena hujan membuatku lebih banyak waktu bermesra dengan kasur kesayanganku. Kasurku memang agak posesif. Tahun lalu, sedikit sekali jemariku membuka lembaran buku. Beberapa sampul tampak berdebu tersebab jarang disentuh. Imbasnya, otakku seperti mati suri. Kata-kata seakan kemarau. Lalu seseorang bercerita, "Saya menghabiskan minimal 1 jam setiap hari untuk membaca buku." Duh, iri! Orang bilang, manusia berkacamata selalu dekat dengan buku dan identik berwawasan luas. Sepertinya, aku telah merusak streotipe...