Hai, apa kabar?
Sudah cukup lama ya tidak bercerita soal hati, sebab terlalu banyak berita-berita dalam negeri yang mengalihkan perasaan, seperti berita ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya yang membuat isi kepala begitu berisik. Alhasil, tulisanku yang lahir hanyalah seputar isu di negeri ini.
Sebenarnya tidak masalah, nah toh peka terhadap kondisi sekitar bukanlah hal yang buruk. Tetapi sepertinya, diri sendiri juga perlu didengarkan.
Sedang sakit, sedang kecewa, terluka, atau sedang patah. Kamu boleh menebak, sebab apa tulisan ini lahir.
.
.
.
Apakah kamu pernah merasa kecewa atau terluka atas sikap orang lain? Siapa yang kamu salahkan?
Saya ingin katakan, bahwa ketersinggungan atas perilaku orang lain bukanlah pemberian, melainkan penerimaan. Jika dirimu tidak mengizinkan hatimu dilukai, sejatinya kamu tidak akan tersakiti. Jika kamu tidak menaruh harapan terlalu tinggi, sejatinya kamu tidak akan kecewa.
Bukankah kita bisa meminimalisir resiko kecelakaan di jalan raya dengan mengenakan helm dan memperhatikan kesehatan motor? Bukankah dengan mengatur pola makan dan pola tidur tubuh kita bisa lebih sehat?
Jadi ketika hatimu sakit, siapa yang kamu salahkan? Ya, diri sendiri.
Mari belajar menarik napas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan ketika ada sesuatu yang tak sesuai keinginan. Tahan mulutmu untuk mengumpat, karena sejatinya kita harus mengatur emosi agar bisa marah dengan anggun.
Mari belajar melihat dengan jelas bahwa di dunia ini banyak kebenaran yang pahit. Kamu tidak akan menemukan kebaikan yang sempurna, bahkan dari seseorang yang kamu anggap "terbaik."
Setelah itu, kita akan percaya bahwa setiap luka yang kita terima adalah hasil penerimaan kita sendiri. Dan saat ini, saya ingin belajar untuk tidak lagi terluka, belajar untuk tidak lagi mengizinkan siapapun melukai diri saya.
Tulisan ini singkat, tapi ketika ingin menulisnya saya cukup banyak menarik napas. Terima kasih telah membaca :)
Komentar
Posting Komentar