Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Mengapa Hanya Kartini?

TANGGAL 21 April kembali berulang, setiap tahunnya diperingati sebagai hari nasional, Hari Kartini sesuai dengan kelahiran pahlawan nasional, Raden Ajeng Kartini --tertera di kalender Indonesia, dirayakan seluruh rakyat Indonesia. Hari Kartini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 1964 melalui Keputusan Presiden RI No 108/1964 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno. Pernahkan Anda bertanya-tanya, mengapa hanya Kartini? Bukankah begitu banyak pahlawan dari kalangan perempuan di negeri ini? Seistimewa apa Kartini hingga hari lahirnya diperingati setiap tahun di seluruh Indonesia? Jika karena ia memperjuangkan emansipasi wanita, nah toh bukan hanya Kartini. Ia hanya salah satu pahlawan dari sekian banyak pahlawan perempuan y ang memperjuangkan hak perempuan dan kesetaraan gender di negeri ini. Tapi mengapa Kartini begitu diagungkan? Apakah ia lebih besar pengorbanannya dibandingkan pahlawan perempuan yang lain? Pejuang emansipasi wanita lainnya yang sering terlupakan ialah Dewi Sartika. Per

Riuh Cerita tentang Demo Mahasiswa

RENTETAN demo mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia berlangsung berturut-turut dengan membawa sejumlah tuntutan yang tak jauh berbeda; tolak tiga periode dan tunda pemilu, protes kenaikan harga pangan, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN), juga kontroversi UU Cipta Kerja, sampai Kasus Wadas yang belum tuntas.  Tidak hanya di Jakarta, aksi demo mahasiswa turut digelar di kota-kota lain, mulai dari Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Ambon, hingga Manokwari. Aksi unjuk rasa mahasiswa bukanlah hal yang baru di negara demokrasi ini. Kebebasan berpendapat diatur dalam konstitusi, salah satunya termaktub di Pasal 28 dan Pasal 28E ayat 3 Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,  “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Menggelar demonstrasi juga menjadi salah satu cara yang dihalalkan konstitusi untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Tertulis dalam UU nomor 9 tahun 1998, pasal 9 ay