Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021

Menjadi Indonesia Timur itu Berat, Sayang...

  MENJADI Indonesia Timur itu berat. Kami mengalami berbagai macam stereotype seperti "Miskin", "Bodoh", "Berisik", "Kasar", "Rusuh", "Tertinggal". Tentu masih banyak lagi stereotype yang dilabelkan pada kami. Mungkin stereotypes tersebut dilihat dari fakta beberapa orang Timur yang seperti itu, tetapi mengapa tidak mengambil sampel yang baik. Betapa banyak orang-orang dari Indonesia Timur yang memiliki peran dan mengharumkan nama bangsa. Alm. Glenn Fredly (Musisi), Jonathan Warinussy (Entrepreneur muda), Grandprix Thomryes Marth Kadja (doktor termuda di Indonesia), Prof. DR. Ir. Herman Johannes (Pahlawan Nasional), Alm. Ali Taher Parasong (anggota DPR RI), Johny G. Plate (Menteri Komunikasi dan Informasi RI), Melly Goeslaw (Musisi), Prilly Latuconsina (Aktris), Reza Rahardian (Aktor), Marion Jola (Penyanyi), Andmesh Kamaleng (Penyanyi), Sunny Kamengmau (Pendiri tas Robita), Bara Pattiradja (Penulis), serta masih banyak lagi

Nilai sebuah Tulisan

DI TULISAN kali ini, saya tidak ingin membahas apa-apa, hanya sekadar menulis yang entah akan terbaca atau tidak. Jika terbaca pun, saya rasa kamu akan memahami dengan cara pandangmu, tapi tidak masalah, karena setiap tulisan bisa dimaknai dengan berbagai macam sudut pandang, itulah nilai seninya. Mungkin akan sia-sia waktumu melanjutkan bacaan ini, tapi jika kamu memilih untuk terus membacanya, terima kasih, kita memang kawan. Mengapa kita menulis? Setiap manusia di satu titik ingin untuk didengarkan, tapi tidak semua orang mampu menjadi pendengar yang baik, itulah mengapa kita memilih untuk menulis. Tulisan mungkin tidak menyelesaikan masalahmu, tapi ia melegakan bukan? Coba saja. Dengan tulisan kita bisa mengadu tanpa mendengar sanggahan atau perbandingan nasib. Dengan tulisan kita tidak perlu mendengar aneka saran yang ternyata sama sekali tak memperbaiki. Jika kamu bertanya apa nilai sebuah tulisan bagiku, akan ku jawab, "Ia adalah nyawa dari si Penulis." T

Menyepi Sejenak untuk Tenang

TERKADANG banyak orang yang bertanya tentang masalahmu, hanya sekadar ingin tahu, bukan karena ingin memahamimu.  Terkadang banyak hal yang akan lebih baik jika tidak diceritakan pada orang lain. Bukan karena enggan berbagi, hanya saja tidak akan ada yang mengerti posisimu kecuali dirimu sendiri. Terkadang memang bercengkrama dengan sepi jauh lebih menenangkan. Bukan karena tak suka berteman, tapi tidak semua teman layak dipercaya. Terkadang menghabiskan waktu sendirian adalah suatu kebaikan, jika berkumpul di keramaian hanya menyebabkan kegaduhan. Terkadang diam-diam menguatkan diri sendiri, jauh lebih mempan daripada motivasi dari orang sekitar yang diam-diam ternyata menjatuhkan. Itulah mengapa terbiasa sendiri bukan berarti menyukai sepi, tapi karena terlalu banyak ramai tak juga mengerti.** BACA JUGA : Tuhan, Dunia ini Melelahkan Terima Kasih atas Kisah dan Kasih

Tuhan, Dunia ini Melelahkan

DUNIA semakin lama semakin terasa menjenuhkan, juga melelahkan. Seperti ruangan hitam kosong, tak ada warna, tak berisi apapun, hampa. Semua seolah diam dan sunyi. Tinggal diri sendiri terperangkap dalam keheningan. Sebenarnya tidak sendirian, tapi mengapa terasa sepi. Usia bertambah, sudah kepala dua rupanya. Benar-benar waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin belajar mengeja huruf-huruf, tapi ternyata... Ah, sudahlah. Tuhan, apa aku yang terlalu jauh dariMu? Apa aku terlalu mengejar dunia?  BACA JUGA : Hari ke-11 di 2021 Banyak sekali hiruk pikuk dunia yang begitu rumit untuk dipahami. Menjadi dewasa sebegini sulitnya. Banyak hal-hal di luar kendali. Isi kepala teramat riuh, sampai untuk tenang saja butuh kekuatan. Aku bahkan tak paham, sudah sampai mana aku berjalan. Apa mungkin aku belum mulai melangkah? Tuhan, entah di angka berapa umur ini akan berhenti. Entah seperti apa kehidupanku akan berakhir. Tetapi ada banyak harap yang ku langitkan padaMu, semoga satu per satu d

Hari ke-11 di 2021

Hari ke-11 di 2021 Masih sangat dini ya.. Tetapi berbagai peristiwa memilukan sudah kembali terjadi. Longsor di Sumedang dan jatuhnya pesawat Sriwijawa Air SJ 182 seolah membuka awal tahun ini. Kita dikejutkan dengan peristiwa yang mengiris hati dan menguras air mata. Isak lirih dari penjuru negeri kembali terdengar. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi esok hari. Siapa lagi yang akan pergi, siapa lagi yang akan ditinggal pergi. Apakah Tuhan kejam membuat kita menangis di awal tahun? Tidak, sama sekali tidak. Percayalah. Menghujat takdir hanya menggarami luka yang menganga.  Mereka yang pergi, sejatinya hanya pulang, pulang pada Sang Pemilik. Nah toh, tidak ada yang benar-benar kita miliki, segalanya adalah titipan, bisa diambil kapan saja, di mana saja oleh Sang Pemilik. Mari kita saling menguatkan, saling mengingatkan. Berdoa untuk para almarhum agar mereka damai di sisi Tuhan Yang Maha Penyayang. Kita semua akan menyusul, entah kapan. Bisa esok atau setelah membaca postingan ini.**